Adsense Indonesia

Jumat, 06 Agustus 2010

Epidemiologi Penyakit Framboesia


PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Ada dua penyakit kulit yang perlu diwaspadai karena sering diabaikan yaitu Kusta dan Frambusia. Kusta dan frambusia merupakan penyakit kulit menular dan menahun yang mudah disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Bila ditemukan sedini mungkin dan diobati dengan baik maka dapat mencegah penderita dari kecacatan tetap dan sembuh dalam waktu 6 bulan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat sangat penting dalam menemukan penderita dan melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta penderita. Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun 1954 – 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastik dari jumlah penderita penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100 juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan “Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah.

B. RUMUSAN ISI MAKALAH
Rumusan isi makalah ini mengungkapkan tentang penyakit Framboesia dari penyebab/Etiologi, factor resiko, klasifikasi penyakit sampai upaya pencegahan dan program pemberantasan tentang pandemi penyakit framboesia.

C. MANFAAT DARI PEMBUATAN MAKALAH
Manfaat dari pembuatan makalah ini sebagai bahan referensi mengenai penyakit Framboesia. Yang dimana kami bisa mengetahui lebih lanjut tentang penyakit ini hingga cara arau upaya pencegahan sehingga bisa melakukan tindakan sedini mungkin jika penyakit kembali mewabah.

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Framboesia
Framboesia atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”. Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Framboesia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita..




B. Penyebab Atau Etiologi Penyakit Framboesia
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
1. Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
2. Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3. Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
4. Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
5. Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
6. Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.


C. Faktor Resiko

1. Distribusi
Terutama menyerang anak-anak yang tinggal didaerah tropis di pedesaan yang panas, lembab, lebih sering ditemukan pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an, namun penyakit frambusia muncul lagi di sebagian besar daerah katulistiwa dan afrika barat dengan penyebaran fokus-fokus infeksi tetap di daerah Amerika latin, kepulauan Karibia, India, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan.

2. Determinan
Faktor penyebab penyakit Framboesia adalah Treponema pallidum sub spesies pertenue. Namun bukan hanya Agen saja tetapi lingkungan si penjamu juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit Framboesia seperti sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyrakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk, kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit penderita penyakit Framboesia.









D. Jenis Klasifikasi

Jenis klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1. Dapat menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita penyakit Framboesia di daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga atau kotor yang dapat memungkinkan Agen untuk berkembang biak dan menulari Penjamu.
2. Dapat menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita yang dimana si Agen berkembang biak di si penderita.

E. Riwayat Alamiah Penyakit

Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil (papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang khas berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan akan mengakibatkan disabilitas dimana sekitar 10-20 persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat seumur hidup dan menimbulkan stigma social, yang tentunya akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, hal inilah kemudian menjadi tantangan bagi seorang publich health dalam mencegah timbulnya penyakit tersebut dan memperpanjang masa hidup seseorang.

F. Tanda dan Gejala Klinis

Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunujukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.

Tahap Prepatogenesis
1. Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Framboesia adalah dari 2 sampai 3 minggu
2. Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3. Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai infeksi (borok).
Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan yaitu :
1. Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 persen dari penderita
2. Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh.
3. Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika diobati akan menimbulkan cacat kepada si penderita.


G. Reservoir dan Cara Penularan

1. Reservoir
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular penyakit ini.
2. Cara Penularan
Prinsipnya berdasarkan kontak langsung dengan eksudat pada lesi awal dari kulit orang yang terkena infeksi. Penularan tidak langsung melalui kontaminasi akibat menggaruk, barang-barang yang kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang hinggap pada luka terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga mempengaruhi morfologi, distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.

H. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent Trepanomal Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for antibody to T. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.
Dan dapat dilakukan dengan 3 metode dalam Epidemiologi yaitu :
1. Anamnese
2. Tanda (Sign)
3. Tes (Uji/Pemeriksaan)

I. Upaya Pencegahan

a. Upaya Pencegahan (tahap Prepatogenesis)
Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja. Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal lainnya.
1. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada factor penyebab, lingkungan serta factor penjamu.
a. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain : desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit, penyemprotan/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumebr penularan maupun memutuskan rantai penularan, disamping karantina dan isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui pengobatan penderita serta pemusnahan sumber yang ada, serta mengurangi atau menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko perorangan dan masyarakat.
b. Mengatasi atau modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan kehidupan sosial masayarakat.
c. Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh factor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta olahraga kesehatan.


2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah proses penyakit untuk lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan usaha surveillance penyakit tertentu, pemeriksaan berjala serta pemeriksaan kelompok tertentu ( calon pegawai, ABRI, Mahasiswa, dan lain sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai berada pada proses prepatogenesis Framboesia.
3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit Framboesia dengan tujuan mencegah jangan sampai cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit tersebut atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah proses penyakit lebih lanjut agar jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit Framboesia. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian funsi fisik, psikologis, sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial.
b. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Masyarakat (tahap Patogenesis)
1. Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2. Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai luka sembuh.
3. Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4. Karantina: Tidak perlu
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6. Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi.
7. Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
c. Upaya Penanggulan Wabah (Tahap Pasca Patogenesis)
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:
1. Pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan.
2. Pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif.
3. Melakukan survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.

J. Program Pemberantasan

Strategi Pemberantasan framboesia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.

Pengobatan framboesia dilakukan dengan memberikan antibiotika. Antibiotika golongan penicillin merupakan obat pilihan pertama. Bila penderita alergi terhadap penicillin, dapat diberikan antibiotika tetrasiklin, eritromisin atau doksisiklin.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Sundanese Attack Free Blogspot Templates Designed by sYah_ ID RAP for smashing my Life | | Free Wordpress Templates. Cell Numbers Phone Tracking, Lyrics Song Chords © 2010